Senin, 01 November 2010

RIWAYAT DAN SEJARAH PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI

BAB I
PENDAHULUAN

Dewasa ini kehadiran elektronika sangat membantu manusia dalam berkomunikasi. Dengan kemajuan elektronik, manusia bisa lenih mudah berkomunikasi, lebih efisien, dan lebih cepat.
Di zaman sekarang kita akan menghadapi aktivitas yang serba maya, seperti kantor maya, belanja maya dan pendidikan maya akan menjadi bagian hidup bagi manusia abad baru. Dalam kemajuan ini selalu ada kata ajaib “e” yang berarti elektronik, seperti e-commerce, e-mail, e-ticket, e-news dan “e” lain-lainnya, yang menunjukkan ilmu elektronika memegang peranan penting dalam teknologi informasi dan kemajuan abad baru. Kegiatan akan banyak dilakukan dari rumah masing-masing melalui jaringan komunikasi komputer sehingga jumlah jaringan di dunia akan semakin bertambah jumlahnya dengan bandwidth yang makin lebar. Jumlah pemakai internet ini yang sudah mencapai 300 juta pemakai menggambarkan adanya pasar maya di depan kita. Akibat dari perkembangan ini tentunya akan sangat mempengaruhi hubungan antar manusia.
Teknologi adalah penggunaan yang efesien dari ilmu, keterampilan dan bahan untuk memproduksi suatu benda yang lebih berkwalitas.dalam teknologi penggunaan pikiran dan tangan merupakan alat yang efektif untuk menciptakan suatu barang, dengan kerja sama ini manusia yanglemah dan tidak mampu bertahan hidup akan mampu membuat perrtahanan yang lebih baik lagi.
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti sama, communico, communication, atau communicare yang berarti membuat sama. Istilah communis adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi, yang merupakan akardari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Pengertian komunikasi secara umum adalah suatu proses penyampaian pesan dari komunikator (pembicara) kepada komunikan (pendengar) melalui suatu channel (saluran) serta menghasilkan feedback (umpan balik). Komunikasi diartikan secara luas sebagai suatu proses untuk berbagi pengalaman.

Jika diamati kemajuan teknologi secara keseluruhan maka teknologi itu sendiri terus berkembang terus dan terus. Mulai dari perkembangan teknologi budaya sampai teknologi komunikasi. Sekarang teknologi berkembang secara otomatis dan pesat, dari mulai yang kecil, medium sampai yang high tech.kemajuan teknologi sangat membantu manusia serta mempengaruhi kehidupan individu, sosial dam kebudayaan. Teknologi bukan hanya menjagkau benda yang bersifat materil tetapi juga benda yang non materil seperti: ide, gagasan, cita-cita dan norma dst. Dalam lingkup benda non materil peranan benda-benda instrumen sangat penting seperti isyarat dan simbol, bahasa merupakan suatu sistem dari simbol.a
















BAB II
PEMBAHASAN

Perkembangan teknologi memiliki banyak implikasi pada seluruh bidang kehidupan manusia. Perkembangan teknologi yang begitu pesat ikut mempengaruhi proses eksistensi media. Hal tersebut juga terjadi karena pola perkembangan manusia modern yang cenderung serba instan. Masyarakat pada era globalisasi sekarang ini lebih menggemari kebiasaan menonton daripada kebiasaan membaca. Mereka juga tidak lagi suka membeli surat kabar atau majalah, berganti dengan digandrunginya media elektronik yang menampilkan visualisasi konsep.Kebiasaan ini seiring dengan waktu menjadi perubahan budaya pada manusia.
A. PENGERTIAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI
Teknologi komunikasi adalah teknologi elektronika yang mampu mendukung percepatan dan meningkatkan kwalitas komunikasi (informasi) serta arus percepatan komunikasi (informasi) tidak mungkin lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Teknologi berasal dari bahasa latin texere yang artinya membangun. Jadi teknologi merupakan penyempurnaan teknologi yang pernah ada secara berkesinambungan dari waktu kewaktu dari pakar ke pakar yang berikutnya.
Beberapa pengertian tekonolgi komunikasi (informasi):
1. Everett M Rogers dalam buku diffusion and inovatioan (1993) ”teknologi dirancang untuk menggerakan peralatan guna mengurangi ketidak pastian dalam hubungan sebab akibat, termasuk didalamnya untuk mencapai yang dikehendaki”

2. Dalam buku communication technology (1986) sebagai berikut ”teknologi biasanya terdiri dari 2 aspek: (a)perangkat keras maksudnya objek materi dan sifatnya dan (b)perangkat lunak maksudnya dasar informasi untuk meggerakkan perangkat keras itu”
Sifat manusia untuk menyampaikan keinginannya dan untuk mengetahui hasrat orang lain, merupakan awal keterampilan manusia berkomunikasi secara otomatis melalui lambang-lambang isyarat, kemudian disusul dengan kemapuan untuk memberi arti setiap lambang-lambang itu dalam bentuk bahasa verbal.
Usaha-usaha untuk manusia berkomunikasi lebih jauh, terlihat dalam berbagai bentuk kehidupan mereka di masa lalu. Pendirian tempat-tempat pemukiman di daerah aliran sungai dan tepi pantai, dipIlih untuk memudahkan mereka dapat berkomunikasi dengan dunia luar menggunakan perahu, rakit, dan sampan. Pemukul gong di Romawi dan pembakar api yang mengepulkan asap di Cina adalah simbol-simbol komunikasi yang dilakukan oleh para serdadu di medan perang.

B. RIWAYAT DAN SEJARAH PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI
Dalam berkomunikasi, manusia menggunakan lebih banyak gerak-gerik, sikap tubuh dan mimik, tetapi perumusan pesan itu sendiri lebih dimungkinkan oleh adanya bahasa dan lambang-lambang yang dapat dipahami bersama.
Perkembangan komunikasi antarmanusia tidak terlepas dari pengaruh naluri kemanusiaan itu sendiri. untuk bertahan hidup manusia membutuhkan manusia yang lainnya untuk saling membantu. Sementara pada tahapan saling memberikan bantuan inilah proses komunikasi akan sangat dibutuhkan.
Menurut Nordestreng dan Varis (1973), ada empat titik penentu yang pertama dalam sejarah komunikasi manusia, yaitu:
a. Perolehan bahasa, yaitu pada saat yang sama dengan lahirnya umat manusia. Dengan kemanpuan berbahasalah, manusia berkomunikasi dengan sesamanya.
b. Perkembangan seni tulisan berjalan dengan komunikasi lisan. Setelah manusia menemukan cara menuliskan dan alat menulis maka komunikasi yang selama ini dilakukan dengan bicara maka bias dituliskan.
c. Reproduksi kata-kata tertulis dengan menggunakan alat percetakan sehingga memungkinkan terwujudnya komunikasi massa yang sebenarya.
d. Munculnya komunikasi elektronik, mula-mula telegraf, radio, TV hingga satelit.
Komunikasi merupakan kebutuhan yang benar-benar pokok bagi kehidupan manusia baik untuk pertumbuhannya maupun bagi keperluan untuk mempertahankan kehidupan. Kemampuan manusia menciptakan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi merupakan suatu tonggak penting dalam riwayat kehidupan manusia. Jika kita kaji secara mendalam sejarah perkembangan teknologi komunikasi maka yang dapat kita simpulkan bahwa perkembangan teknologi komunikasi melewati beberapa tahap diantaranya, yaitu:
a. Zaman Tanda dan Isyarat
Zaman ini merupakan yang paling awal dalam sejarah perkembangan manusia dan muncul jauh sebelum nenek moyang manusia dapatberjalan tegak. Dalam berkomunikasi satu sama lain, peran insting (meskipun masih sangat rendah) sangatlah penting. Proses komunikasi manusia lebih berdasarkan insting dan bukan rasionya.
Itu semua terjadi karena kemampuan kapasitas otak manusia masih sangat terbatas. Perkembangan otak mereka juga sangat lamban. Oleh karena itu, zaman ini berjalan dalam ribuan tahun sebelum digunakannya gerak isyarat. Bunyi-bunyian dan tanda jenis lain dalam komunikasi.
Penggunaan tanda dan isyarat itu tidak berarti bahwa manusia pada zaman tersebut tidak dapat berkomunikasi. Gerak isyarat dan tanda itu dalam komunikasi dikenal dengan komunikasi nonverbal. Hal ini tetap bisa dikattakan berkomunikasi meskipun dengan “bahasa” dan kemampuannya sendiri. Ringkasnya, mereka mengadakan komunikasi dengan sederhana sekali.
Lebih dari beribu-ribu tahun lamanya, pola komunikasi tidak hanya digunakan, tetapi juga mengalami penyempurnaan dari waktu ke waktu, tentunya sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Meskipun ada perkembangan dalam proses komunikasi, proses itu belum mengarah pada penggunaan bahasa atau percakapan sebagai alat komunikasi yang bisa dilakukan manusia dewasa ini. Perkembangan penting komunikasi dalam era ini adalah digunakannya bahasa tanda dan isyarat sebagai alat komunikasi. Munculnya tanda dan isyarat sebagai alat komunikasi berasal dari penyempurnaan penggunaan suara (geraman, tangisan, dan jeritan) sebagai alat komunikasi.


b. Zaman Bahasa Lisan
Zaman komunikasi lisan ini berjalan kira-kira 300.000 sampai 200.000 tahun SM. Era ini juga ditandai dengan lahirnya embrio kemampuan untuk berbicara dan berbahasa secara terbata-bata dalam kelompok masyarakat tertentu. Oleh karena itu, manusia pada zaman ini sering disebut dengan homosapiens. Dari penelitian yang pernah dilakukan, kemampuan berbicara dalam sistem bahasa baru terjadi sekitar 90.000 tahun sampai 40.000 tahun SM. Sementara itu bahasa secara lengkap mulai digunakan kira-kira 35.000 tahun SM.
Meskipun perkembangan teknologi komunikasi diawali dengan penemuan-penemuan mesin pencetak huruf di kemudian huruf, namun perkembangan komunikasi itu sendiri dimulai dengan kepandaian melukis hewan buruan di gua-gua yang diabadikan secara grafik kurang lebih 20.000 tahun yang lalu.
Pada awal sejarah perkembangan manusia dalam mengenal tulisan, mereka telah memahat atau mengukir gambar binatang dan manusia pada tulang, batu, taring, dan bahan-bahan yang lain. Manusia pada era ini biasanya mewariskan lukisan indah pada dinding beberapa gua di daerah mereka tinggal. Ratusan gua itu pernah ditemukan di Spanyol dan Perancis bagian selatan.
c. Zaman Tulisan
Kecakapan manusia berkomunikasi secara lisan menurut perkiraan berlangsung sekitar 50 juta tahun, kemudian memasuki generasi kedua di mana manusia mulai memiliki kecakapan berkomunikasi melalui tulisan.
Bukti kecakapan ini ditandai dengan ditemukannya tanah liat yang bertulis di Sumeria dan Mesopotamia sekitar 4000 tahun sebelum masehi. Kemudian berlanjut dengan ditemukannya berbagai tulisan di kulit binatang dan batu arca. Lalu secara berturut-turut dapat disebutkan pemakaian huruf kuno di Mesir (3000 tahun SM), alphabet Phunesia (1800 tahun SM), huruf Yunani Kuno (1000 tahun SM), huruf Latin (600 tahun SM).
Di Mesopotamia kuno (berasal dari kata dalam bahasa Yunani yang berarti “tanah di antara dua sungai”) banyak sekali kelompok yang menghentikan pengembaraannya dan mulai membangun tempat tinggal yang permanen. Inilah kota-kota yang pertama. Tahun 6000 SM, Lembah Sabit Subur juga menjadi tempat lahirnya peradaban.
Ada juga sebuah bukti bahwa 30.000 tahun yang lalu manusia sudah membuat peralatan dan hidup berkelompok di seluruh benua. Juga ditemukan petroglif, atau lukisan batu, yang usianya kurang-lebih 10.000 tahun, dan ada lukisan-lukisan rumit di dinding-dinding gua di Spanyol maupun Perancis yang kira-kira berumur 18.000 tahun.
Sejarah tulisan sendiri merupakan salah satu dari proses pergantian dari gambaran piktografi ke sistem fonetis, dari penggunaan gambar ke penggunaan sesederhana untuk menyatakan maksud yang lebih spesifik.
Setelah berlangsung ribuan tahun lamanya, sampailah manusia ke zaman tulisan (zaman ini muncul sekitar 5000 tahun sebelum masehi). Komunikasi tidak lagi dilakukan hanya dengan mengandalkan lisan, tetapi didukung pula oleh bahasa tulis.
Sebuah prasasti yang ditemukan menginformasikan bahwa sekitar 4000 tahun SM ditemukan kota kuno di Mesopotamia dan Mesir. Sebagaian besar prasasti ini menggambarkan lukisan dengan kasar atau goresan pada dinding bangunan.
Dari penemuan prasasti ini bisa dikemukakan bahwa sudah ada standarisasi makna pesan. Misalnya, secara sederhana gambaran matahari bisa berarti siang hari, membungkuk dengan tanda panah berarti memburu, dan garis yang berombak berarti danau atau sungai. Semua ini menjadi simbol awal dari sejarah kemunculan era tulisan.
Beberapa lukisan di antaranya sudah menggunakan komposisi warna. Bahkan lukisan tersebut menjadi cikal bakal lukisan-lukisan saat ini. Manusia di zaman ini melukis banteng, rusa kutub, dan binatang lain yang mereka buru. Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka telah membuat pakaian dari kulit binatang dan menemukan teknik pengerasan tanah liat dengan menggunakan api.
d. Zaman Kemunculan Retorika
Sebagai cikal bakal ilmu komunikasi, retorika mempunyai sejarah yang panjang. Para ahli berpendapat bahwa retorika sudah ada sejak manusia ada. Akan tetapi, retorika sebagai seni bicara yang dipelajari dimulai pada abad kelima sebelum masehi, ketika kaum Sofis di Yunani mengembara dari tempat yang satu ke tempat yang lain untuk mengajarkan pengetahuan mengenai politik dan pemerintahan dengan penekanan terutama pada kemampuan berpidato.
Orang yang pertama-tama dianggap memperkenalkan oratori atau seni berpidato adalah orangYunanai Sicilia. Tetapi tokoh pendiri sebenarnya adalah Corax dari Srakuasa (500 SM). Dialah yang mula-mula meletakkan sistematika oratori atas lima bagian.
Betapa pentingnya retorika dapat dilihat dari peranan retorika dalam demokrasi. Dalam hubungan ini terkenal seorang orator bernama Demosthenes (384-322) yang pada zaman yunani sangat termasyhur karena kegigihannya mempertahankan kemerdekaan Athena dari ancaman Raja Phillipus dari Macedonia.
Sementara itu di Romawiyang mengembangkan retorika adalah Marcus Tulius Cicero (106-43 SM) yang menjadi termasyhur karena suaranya dan bukunya yang berjudul antara lain de Oratore. Sebagai seorang orator yang ulung, Cicero mempunyai suara yang beratmengalun, bahkan kadang-kadang pidatonya itu disertai cucuran air mata.
e. Perkembangan Teknik Pengiriman Pesan
Meskipun ada anggapan yang mengatakan adalah ide yang menghasilkan pengetahuan, tetapi baik ide maupun pengetahuan adalah produk dari pengalaman. Secara psikologis, ini berarti seluruh perilaku manusia, kepribadian, dan tempramen ditentukan oleh perilaku masa lalu.
Apa yang telah tejadi di masa lalu adalah sebuah pengalaman yang mengajarkan hal-hal untuk sesuatu yang baru. Pengalaman akan kesulitan berkomunikasi maupun pengiriman pesan dalam komunikasi itu sendiri telah mengajarkan manusia untuk terus mencari dan menyempurnakan suatu proses komunikasi yang lebih efektif daripada yang sebelumnya.
Misalnya penentuan lambang atau simbol-simbol yang dipahami bersama, adalah pengaruh dari keterbatasan dan kesulitan berkomunikasi pada masa sebelumnya yang dikarenakan oleh belum ditentukannya kesamaan lambang dan simbol tersebut.
Sejak zaman primitif sampai sekarang, semua kelompok manusia tergantung pada komunikasi tatap mata, berhadap-hadapan. Akan tetapi diperlukan adanya sistem mengirim pesan untuk mengatasi ruang dan waktu.
Dikisahkan bahwa Persia tua telah mendirikan serangkaian menara yang dinamakan “pos seruan”, dan menempatkan orang yang bersuara nyaris dan keras atasnya untuk meneruskan berbagai pesan dengan cara berteriak, beranting dari satu menara ke lain menara.
Orang Romawi mengoperasikan suatu organisasi pelayanan kurir yang dinamakan cursus publicus. Antara tahun 1305 sampai awal tahun 1800-an, perusahaan House of Taxis telah meneylenggarakan suatu bentuk pelayanan kilat berkuda di seluruh Eropa. Pada tahun 1628, organisasi ini memperkerjakan 20.000 karyawan. Para kurirnya berseragam biru dan perak menjelajahi seluruh Eropa dengan membawa pesan antara para pangeran dan jenderal, saudagar dan peminjam uang.
Kantor pos adalah saluran pertama yang terbuka lebar bagi komunikasi era industri. Pada tahun 1837, kantor pos Inggris bukan saja membawa berbagai pesan kaum elit, tetapi juga melayani 88 juta kiriman setahun, suatu komunikasi yang luar biasa volumenya dalam ukuran waktu itu.
Pada tahun 1960, ketika era industry mencapai puncaknya, jumlah itu mencapai 10 milyar kiriman. Pada tahun yang sama, kantor pos Amerika Serikat mendistribusikan rata-rata 355 kiriman pos dalam negeri persetiap pria, wanita, dan anak di negeri itu.
f. Kemajuan Teknologi Komunikasi
Komunikasi makin berkembang dengan ditemukannya mesin cetak di Cina pada abad ke-10 yang mluas ke Jepang abad ke-12. Akhirnya komunikasi mulai dapat menembus jarak dan waktu, terutama setelah Johannes Gutenberg menemukan mesin cetak pada tahun 1440.
Perkembangan komunikasi makin sempurna dengan adanya berbagai penemuan baru. Louis Daguerre menemukan fotografi yang dapat mengabadikan rupa dan peristiwa (1822). Samuel Morse menemukan telegrafi jarak jauh pertama (64 KM: 1844).
Thomas Alva Edison menemukan perekam bunyi (fonograf) pertama, yang dapat mengabadikan komunikasi lisan secara praktikal (1877). Alexander Graham Bell menemukan telpon yang dapat mempercepat komunikasi pengganti suara yang sangat memakan waktu dan tenaga (1876).
Guglielmo Marconi menemukan radio telegrafi (1898), disusul penemuan radio teleponi oleh Reginald Fressenden(1900). Malam Natal tahun 1906, Fressenden merintis siaran radio pertama di dunia.
Selanjutnya Edison menemukan film bicara (1913). Televisi dirintis oleh Paul Nipkov (1883). Sejak tahun 1935, televisi merupakan alat komunikasi mutakhir. Sementara itu teleks muncul di eropa awal tahun 30-an:jaringannya meluas setelah Perang Dunia II, yang mempercepat penyampaian berita dalam media massa.
Setelah itu ditemukannya kapal api oleh Robert Fulton (1807), kereta api oleh George Stephenson (1825), serta pesawat terbang oleh dua bersaudara Wilbur dan Orville Wright (1903), merupakan penyempurnaan teknologi pengangkutan yang langsung mempengaruhi kelancaran komunikasi.
Tahun 1972 merupakan awal kelahiran jaringan internet, yaitu dengan adanya proyek yang menghubungkan antara jaringan komunikasi pada jaringan komputer ARPANET. Proyek tersebut telah menetapkan sebuah metoda baru untuk menghubungkan berbagai macam jaringan yang berbeda yang dikenal sebagai konsep gateway. Pada tahun 1973-1977, dikembangkan protokol TCP/IP (Transmission Control/Internetworking Protocol). Protokol ini digunakan untuk pengiriman informasi yang dikenal sebagai paket (packet).
Internet baru dimanfaatkan di Indonesia pada tahun 1996. Seseorang yang mempunyai pesawat komputer dapat menyambungkannya dengan jaringan komputer lainnya lewat satelit. Perbedaannnya dengan teknologi komunikasi lainnya bahwa internet dapat dibuat oleh orang perorang, bukan hanya oleh satu lembaga yang bergerak dalam penyiaran informasi.
Informasi yang dibuat seseorang dapat diketahui oleh banyak orang sepanjang orang lain tersebut mempunyai jaringan. Karena dapat diakses oleh publik inilah, maka internet dapat dikategorikan sebagai media massa.
Lebih dari lima orang Amerika dewasa mengggunakan internet di rumah, kantor atau sekolah, dan di atas 10% menggunakannya setiap hari. Dari karakteristik jenis kelamin hampir sama banyaknya lelaki dengan perempuan yang menggunakan web (situs).
Internet merupakan aktivitas mereka sehari-hari. Situs juga menjadi sumber informasi untuk hiburan dan informasi untuk perjalanan wisata. Pengguna internet bergantung pada situs untuk memperoleh berita. Dua sampai tiga pengguna internet mengakses situs untuk mendapatkan berita terbaru setiap minggunya.
Namun demikian kehadiran internet yang mewabah dengan cepat serta mampu membuat para penggunaya menjadi ketagihan telah memberikan dampak mengejutkan terutama pada perusahaan-perusahaan penyedia jasa internet. Seirng berjalannya waktu internet menjadi seperti media komunikasi yang lazim ditemukan. Siapapun nyaris bisa mengakses layanan internet kapan dan di manapun. Sehingga tarif internet menjadi murah. Sebagaimana yang dituliskan Joseph Straubhaar dan Robert LaRose dalam buku “Media Now”:
At the turn of the century, the Web began to converge with conventional electronic media as many of the “dot-com” companies that pioneered the internet ran out of money and died. Consumer interest, in on-line information, entertainment, and electronic shopping, or e-commerce, reached levels comparable to the early days of radio or television. Home computer ownership surpassed 50 percent as personal computer prices plummeted. Forty percent of all U.S. consumers had acces ti the internet at home, school or work, although many minority and low-income families were left behind by the internet craze (NTIA, 2000).
To reach the millions of eyeballs now glued to the Web,conventional media rolled out Web versionof their products and ivested in internet properties, internet active televition and on-line newspaper aimed to intergrate Web content with the conventional media consumption experience within the framework of conventional advertising-supported media. Cable TV systems offered internet service, telephone companies placed calls over the internet and traditional broadcasters like NBC AOL’s acquisition of the Time Warner media conglomerate in 2000 marked the beginning of a new phase of integrating “old media” with the new internet media to take advantage of the strengths of both.

Ada 3 masa berkenaan dengan sejarah TIK selama ini yang ditulis oleh Everett M. Roger, yaitu: Masa Pra-Sejarah (...s/d 3000 SM), Masa Sejarah (3000 SM s/d 1400-an M), dan Masa Modern (1400-an M s/d sekarang). Hal ini dapat kita lihat dari bagang sebagai berikut :

ERA TAHUN PENEMUAN TOKOH
Pra Perkembangan 35.000 SM
22.000 SM Zaman Cro-Magnon
Ahli pra-sejarah menemukan lukisan-lukisan dalam gua
Era Komunikasi Tulisan 4000 SM Bangsa Sumeria menulis dalam lembaran tanah liat Bangsa Sumeria
Th. 1041 Alat Cetak buku yang sederhana Pi Sheng
1241 Tulisan dalam lembaran tanah liat diganti oleh tulisan dalam lembaran metal Bangsa Korea
Era Komunikasi Cetakan 1456 Ditemukan alat mesin cetak (metal) hand-press Gutenberg
1833 Penerbitan Surat Kabar "Penny Press" yang pertama "The New York Sun"
1839 Ditemukan metode fotografi yang praktis untuk Surat Khabar Daguerre
Era Telekomunikasi 1844 Ditemukan alat telegraph Samuel Morse
1876 Eksperimen pesan melalui pesawat telephon Alexander Graham Bell
1894 Penemuan Film bioskop
1895 Pengiriman pesan melalui radio Guglielmo Marconi
1912 Vacuum Tube Lee de Forest
1920 Siaran Radio Pertama oleh KDKA di Pittsburg, AS
1933 RCA di AS mendemostrasikan TV
1941 Siaran TV Komersial Pertama
Era Komunikasi Interaktif 1946 Penemuan mainframe computer, ENIAC dengan 18.000 Vacuum tubes Universitas Pennsylvania, AS
1947 Pesawat Radio Transistor William Shockey, Jhon Bardeen dan Walter Brattain
1956 Penemuan videotape Ampax, Redwood city, California As
1957 Satelit angkasa luar pertama SPUTNIK Rusia
1969 Pesawat luar angkasa NASA berpenumpang manusia mendarat di Bulan dikendalikan oleh minicomputer
1971 Penemuan microprocessor sebuah unit pengendali computer (CPU) dengan semiconductor chip oleh Ted Hoff
1975 Pemasaran microcomputer pertama, altair8800
1975 HBO (Home Box Office) mulai menyiarkan siaran TV kabel melalui satelit
1976 Sistem teletext pertama dikenalkan oleh BBC dan ITV di Inggris
1977 Qube, sistem TV kabel interaktif pertama dikenalkan di Columbus, Ohio, AS
1979 Sistem Videotext pertama diperkenalkan oleh British Post Office Inggris

Perkembangan teknologi komunikasi dari tahun ke tahun terus berkembang pesat, seiring dengan perkembangan teknologi, ini membuat masyarakat di era sekarang menjadi semakin lebih mudah untuk berkomunikasi dengan masyarakat lainya.













BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN DAN PENUTUP
Dengan demikian dapat ditarik dua buah kesimpulan mengenai patokan perkembangan komunikasi pada zaman sebelum masehi hingga zaman mulainya tahun masehi.
Pada tahun-tahun sebelum masehi, kemajuan proses komunikasi dimulai pada saat ditentukannya seperangkat lambang dan simbol-simbol yang dapat dipahami maknanya secara luas. Perkembangan selanjutnya adalah ditemukannya sejumlah sarana untuk menulis maupun menggambarkan lambang dan simbol-simbol tersebut. Meskipun pada akhirnya aksara atau huruf ditemukan, namun lambang dan simbol-simbol berupa gambar-gambar lebih dulu ditentukan sebagai pengganti suara dalam berkomunikasi.
Sedangkan untuk periode modern, meskipun dasar penemuan mesin cetak ditemukan di Cina pada abad ke-10, namun teknologi komunikasi baru dinyatakan berkembang pada tahun 1440, yaitu tahun di mana mesin cetak yang lebih efisien ditemukan oleh Johannes Gutenberg. Hal ini disebabkan karena baru setelah mesin cetak hasil penemuan Gutenberg itulah industri percetakan, yang juga tentunya merupakan industri komunikasi, pertama kali mulai berkembang.







DAFTAR PUSTAKA

Jb. Wahyudi. 1992. Teknologi Informasi dan Produksi Citra Bergerak. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Burhanuddin Salam. 2000. Sejarah Ilmu dan Filsafat Teknologi. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Nasution, Zulkarimein. 2008. Materi Pokok perkembangan Teknologi Komunikasi, UT Jakarta.
Asa Brigeggs dan Peter Burke (2006), Sejarah Sosial Media ; Dari Gutenberg sampai Internet ,

Everett M. Roger (1986)

Edhy Sutanta, Komunikasi Data & Jaringan Komputer, (Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2005)

Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa Dalam Pandangan Islam, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999)

Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, Komunikasi Massa, Suatu Pengantar, Edisi Revisi, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007)

Joseph Straubhaar, Robert LaRose, Media Now, Communications Media in the Information Age, (United States of America, Wadsworth Group, 2002)

www.amboillangelbugisi.blogspot.com

Rabu, 20 Mei 2009

KLONING DALAM PANDANGAN ISLAM

KLONING DALAM PANDANGAN ISLAM

A. Pengertian Kloning

Secara etimologis kloning berasal dari kata "clone" yang diturunkan dari bahasa Yunani "klon", artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. Sedangkan secara terminologis kloning adalah proses pembuatan sejumlah besar sel atau molekul yang seluruhnya identik dengan sel atau molekul asalnya. Kloning dalam bidang genetika merupakan replikasi segmen DNA tanpa melalui proses seksual.
Metode kloning berbeda dengan pembuahan biasa, karena sal telur tidak lagi memerlukan sel sperma untuk pembuahannya. Secara sederhana dapat disebutkan bahwa bayi "klon" dibuat dengan meinpersiapkan sel telur yang sudah diambil intinya kemudian digabungkan dengan sel donor yang merupakan sel dewasa dari suatu organ tubuh. Hasil gabungan tersebut kemudian ditanamkan ke dalam rahim dan dibiarkan berkembang dalam rahim sampai lahir.

B. Pandangan Islam Terhadap Kloning Manusia
Berkaitan dengan penciptaan manusia, AI-Qur'an menyatakan bahwa manusia diciptakan sabagai makhluk paling sempurna di antara seluruh makhluk yang ada di alam samesta. Hal ini ditegaskan dalam surat At-Tin [95]:4 yang berbunyi :
     
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . (QS. At- Thin [95] : 4)

Masih terkait dengan kesempurnaan manusia, para sosiolog menyatakan bahwa keistimewaan manusia terlihat dari kemampuannya untuk mengadakan hubungan interdependensi baik langsung maupun tidak langsung dengan orang atau pihak lain. Hal inilah yang menyebabkan manusia disebut makhluk. sosial. Sementara itu para ahli etika menilai bahwa manusia memiliki kelebihan dari makhluk lain bila dihubungkan dengan ciri khas manusia karena mampu mempertanggungjawabkan seluruh tindakannya kepada dirinya sendiri, kepada orang lain maupun kepada Tuhannya. Dengan kata lain, sikap dan tindakan manusia itu tidak berdiri di ruang kosong, melainkan harus mempertanggungjawabkan secara obyektif kepada pihak-pihak yang terkait.
Penjelasan Allah dalam AI-Qur'an tentang kesempurnaan penciptaan manusia tentu tidak dibantah lagi oleh orang-orang beriman. Dengan menggunakan logika secara sederhana dapat digeneralisasi bahwa sesuatu yang sempurna, kemudian disempurnakan tentu saja dapat menghilangkan sifat kesempurnaannya, bahkan bisa berakibat rusak sama sekali. Apalagi yang menyempurnakan adalah manusia yang terlahir dari hasil ciptaan sang Maha Pencipta. Telah dilakukan setidaknya dapat ditinjau dari aspek teologis, etis, maupun yuridis. Untuk itu, akan diuraikan pandangan Islam terhadap kloning manusia berdasarkan ketiga aspek tersebut.

C. Pandangan Teologi Terhadap Kloning Manusia
Aspek teologis terhadap kloning manusia langsung berdasarkan pemahaman dari penjelasan Al-Qur'an dan Hadits mengenai penciptaan manusia. Al-Qur'an membagi empat kategori :
1. Penciptaan manusia tanpa ayah dan ibu, yaitu Adam As.
2. Penciptaan manusia dari seorang ayah tanpa ibu yaitu Hawa.
3. Penciptan manusia dari seorang ibu tanpa ayah yaitu Isa Al-¬Masih.
4. Penciptaan manusia biasa melalui pasangan suami isteri yaitu manusia pada umumnya.

Kategori pertama sampai ketiga merupakan hak mutlak Allah SWT. Sehingga tidak dapat dipersoalkan secara teologis. Yang dapat dijadikan sebagai wacana teologis adalah kategori keempat. Allah menjelaskan bahan dasar pembuatan manusia dalam beberapa ayat berikut ini diantaranya adalah:



وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَى .مِنْ نُطْفَةٍ إِذَا تُمْنَى
Artinya: “Dan bahwasannya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan. Dari air mani, apabila dipancarkan (QS. Al-Najm [53] : 45 – 46).

إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.” (QS. Al-Insan [76] : 2)

Berdasarkan keterangan ayat-ayat diatas dapat dirumuskan beberapa fase penciptaan manusia secara umum. Fase-fase tersebut adalah :
1. Fase tanpa bentuk
2. Fase Nutfah
3. Fase Alaqah
4. Fase Mudgah
5. Fase munculnya tulang belulang.
6. Fase berbentuk (khalqah Akhir)
Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa penciptaan manusia melalui kloning bertentangan dengan penciptaan manusia menurut Al-Qur’an. Oleh karen aitu secara teologis kloning manusia otomatis bertentangan dengan akidah yang diyakini umat Islam.
Menurut teologi Islam dengan kloning manusia, tabiat dan kodrat manusia tersebut tidak berfungsi lagi karena manusia kloning telah direkayasa sedemikian rupa untuk hanya berbuat baik atau berbuat buruk saja sesuai dengan keinginan sang creator. Perbuatan untuk mengubah makhluk ciptaan Allah merupakan suatu perbuatan yang ditentang Allah.

D. Pandangan Etika Terhadap Kloning Manusia.
Dari sudut pandang etika Islam, terdapat pemahaman bahwa seutuhnya adalah manusia yang memiliki tiga unsur, yaitu jasad, nyawa, dan roh.
Menurut Ayman Nawash, kloning manusia dapat menimbulkan hilangnya keragaman manusia. Dengan teknologi kloning, imajinasi bukanlah imajinasi fikir karena salah satu tujuan kloning adalah membuat duplikat manusia yang sama persis dengan manusia pendonor gen. jika keragaman manusia telah hilang, maka secara etis orang lain dianggap sebagai cerminan dirinya sendiri. Bahkan tindakan orang lain dianggap sebagai tindakannya sendiri. Para ilmuwan etika lain muncul dari sudut pandang tujuan penerapan kloning pada manusia. Para ilmuwan biotek mengklaim bahwa tujuan kloning adalah untuk mendapatkan manusia yang berkualitas baik secara fisik maupun psikis. Tujuan ini tentu saja sama dengan tujuan program pemuliaan tanaman dan ternak dalam dunia peternakan dan agrabisnis. Status manusia kloning tidak jauh berbeda dengan status hewan dan tumbuhan hasil rekayasa gentika.
Secara filosofis, tujuan kloning semcam itu tidak dibenarkan. Perbedaan signifikan antara manusia dengan hewan dan tumbuhan justru terletak pada kesadaran eksistensi manusia. Kesadaran eksistensial manusia terhadap diri dan dunianya secara alami dapat membentuk kepribadian manusia.

E. Pandangan Hukum Islam Terhadap Kloning Manusia
Kloning merupakan peroalan kontemporer yang hukumannya ditemukan dalam Al-Qur’an, Hadits, dan ijtihad para ulama Mutaqaddim. Pendapat Yusuf Al-Qardawi, Fathurrahman Djamil menyetakan bahwa ijtihad dapat dilakukan dengan dua cara yaitu ijtihad intiqa’I (ijtihad tarjihi) dan ijtihad insya’I (ijtihad ibtida’i)
Para ulama kontemporer lebih tepat menggunakan ijtihad insya’I. Untuk menggunakan ijtihad ini, diperlukan pemahaman menyeluruh tentang kloning. Diperlukan dari ahli biologi dan kedokteran. Salah satu langkah penting yang harus dilakukan dalam melaksanakan ijtihad adalah penelusuran terhadap tujuan ditetapkannya hukum Islam untuk memelihara kemaslahatan manusia, sekaligus untuk menghindari keburukan, baik di dunia maupun di akhirat. Ada lima unsur pokok yang harus dipelihara dan diwujudkan yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
Kedudukan kloning dalam pandangan Islam, dari sisi memelihara agama klooning manusia tidak membawa negatif terhadap keberadaan agama, dari sisi memelihara jiwa kloning tidak menghilangkan jiwa bahkan justru kloning melahirkan jiwa baru. Dari sisi akal kloning tidak mengancam eksistensi akal, bahkan keberhasilan kloning dapat membuat manusia mempunyai akal yang cerdas. Namun dari sisi keturunan kloning manusia dipertanyakan. Dalam pandangan Islam masalah ketirunan merupakan sesuatu yang sangat esensial, karena keturunan mempunyai hubungan erat dengan hukum lain, seperti pernikahan , warisan, muhrim dan sebagainya ditentukan berdasarkan garis keturunan. Dari sisi memelihara harta akan terkai dengan masalah maslahat dan mafsadat yang diperoleh dari usaha pengkloningan. Apabila kloning hanya menghambur-hamburkan harta tanpa adanya keseimbangan manfaat yang diperoleh maka kloning menjadi terlarang. Berdasarkan kesimpulan tersebut dapat disimpulkan bahwa mafsadat yang ditimbulkan praktik kloning manusia jauh lebih besar dibanding dengan maslahatnya. Oleh karena itu praktik kloning manusia bertentangan secara nyata dengan naluri hukum Islam yang mendahulukan kemaslahatan umat manusia.
Fatwa terakhir tentang mengkloning manusia dikeluarkan oleh Jawatan Kuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Malaysa melalui keputusan tanggal 11 maret 2002. majlis ini menetapkan bahwa:
1. Kloning manusia untuk tujuan apapun adalah haram, karena bertentangan dengan fitrah kejadian manusia sebagai mana yang telah ditentukan oleh Allah SWT.
2. Penggunaan sistem cell dengan tujuan medis dan penelitian diperbolehkan sejauh tidak bertentangan dengan hukum syara’.

TAFSIR TENTANG GENDER

GENDER

A. PENDAHULUAN
Sebelum membahas makalh ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan siapa yang dimaksud dengan rijal dan nisa’ dalam frasa pertama dari Surah An-Nisaa’, : 34 ini. Sebagian orang memahami bahwa yang dimaksudkan dengan dua kata itu adalag arti harfiah atau umumnya, yakni kaum laki-laki dan kaum perempuan. Di samping menjangkau kehidupan rumah tangga, menurut mereka, aturan ayat itu juga menjangkau kehidupan sosial masyarakat. Tetapi asbabun nuzul dan pembicaraan dalam frasa-frasa berikutnya menunjukkan bahwa ayat tersebut jangkauannya hanyalah kehidupan rumah tangga, yakni hubungan suami-istri, bukan hubungan laki-laki dengan perempuan dalam masyarakat umum.

B. PEMBAHASAN
a. Al-Qur’an Surat An-Nisa (4) : 34
                                       •     

Kaum laki-lakii itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika sauminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatiri nusyusnya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka jangan kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.



1. Tafsir Mufradat
الرجال ) ) Ar-rijal jamak dari rajul yang berarti laki-laki dan dalam Al-quran banyak digunakan dengan pengertian suami-suami .
قوامون على (جمع مذكر من قوام :
Kata ini merupakan bentuk mubalaghag (untuk menyangatkan) dari qaim yang dibentuk dari qama-yaqumu-qiyam pada umumnya berarti berdiri. Ketika digabungkan dengan ‘ala, ia menjadi idiom dan bisa berarti memimpin. Dengan ini dikatakan ”haadzaa qayyimul mar-ati wa qawaamuhaa” (ini adalah pemimpin wanita) .

Wanita-wanita/istri-istri : النساء (جمع من المرأة)
Wanita yang shaleh ialah yang taat kepada Allah : فالصالحات قانتات
Memelihara apa yang tidak tampak : حافظات للغيب
oleh manusia
Hal yang dimaksudkan disini yaitu tidak berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya ketika suaminya tidak ada .

Wanita-wanita yang kalian kira : التي تخافون
Nusyuz : نشوزهن
Nusyuz disini yakni نشزت الأرض – Nasyazati Al-Ardu : tanah lebih tinggi disbanding yang ada di sekitarnya. Maksud di sini adalah durhaka dan membesarkan diri terhadap suami .


2. Sebab Nuzul dan Munasabahnya
Asbabun Nuzulnya
As-Suyuti dalam Lababun Nuqul menyebutkan tiga riwayat asbabun nuzul bagi ayat ini yang satu dengan lainnya saling menguatkan
Pertama, seorang perempuan datang kepada Nabi mengadukan suaminya yang telah menamparnya. Maka, beliau memutuskan hukuman kisas. Lalu turun ayat ar-rijalu quwwamuna... dan perempuan itu pulang tanpa ada hukuman itu atas suaminya (HR At-Thabari dari hasan).
Kedua, seorang sahabat Anshar menampar istrinya yang kemudian menuntut kisas. Dan Nabi mengabulkan tuntutan itu. Lalu turun wa la taj’al bil Qurani dan ar-rijalu quwwamuna... (HR At-Thabari dari Hasan, Ibn Juraij dan As-Suddi).
Ketiga, seorang lelaki sahabat Anshar bersama istrinya datang kepada Nabi. Sang istri mengadu, ”Wahai Rasulullah, dia (suaminya) telah memukul saya, dan pukulannya itu meninggalkan bekas di wajah saya.” Rasulullah bersabda, ”Dia (Sang Suami) tidak boleh melakukan itu.” Lalu turunlah ar-rijalu quwwamuna... (HR Ibn Mardawaih dari Ali bin Abi Thalib).

Munasabahnya
Dalam dua ayat sebelumnya Allah melarang orang laki-laki dan perempuan dari menginginkan kelebihan yang telah diberikan kepada masing-masing. Hal ini menunjukkan agar dalam urusan rezeki mereka bersandar kepada usaha mereka; dan memerintahkan kepada mereka agar memberikan kepada ahli waris bagian yang menjadi haknya. Hal itu dijelaskan karena laki-laki diberi peran yang lebih besar dalam jihad (perjuangan) dan bagian yang lebih banyak dalam warisan. Kemudian dalam ayat ini, Allah menjelaskan mengapa laki-laki diberi bagian lebih seperti itu.

3. Penjelasan
Diantara tugas kaum lelaki adalah memimpin kaum wanita dengan melindungi dan memelihara mereka. Sebagai konsekuensi dari tugas ini, kaum lelaki diwajibkan berperang dan kaum wanita tidak, karena perang termasuk perkara perlindungan yang paling khusus, dan kaum lelaki memperoleh bagian lebih besar dalam hal harta pusaka dari pada kaum wanita, karena kaum lelaki berkewajiban memberi nafkah, sedangkan kaum wanita tidak.
Hal ini karena Allah melebihkan kaum lelaki atas kaum wanita dalam perkara kejadian, dan memberi mereka kekuatan yang tidak diberikan kepada kaum wanita. Di samping itu, Allah melebihkan mereka atas kaum wanita dengan kemampuan memberi nafkah dari harta mereka. Di dalam mahar terdapat suatu pengganti bagi kaum wanita untuk menerima kepemimpinan kaum lelaki atas mereka yang sebanding dengan penggantian material yang diambil oleh kaum lelaki, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
          
Artinya : Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya (Al-Baqarah : 228)

Didalam surat An-Nisa’ ayat 34 tidak langsung datang perintah mengatakan wahai laki-laki, wajiblah kamu jadi pemimpin. Atau wahai perempuan, kamu mesti menerima pimpinan. Yang diterangkan lebih dahulu ialah kenyataan. Tidakpun ada perintah, namun kenyataannya memang laki-lakilah yang memimpin perempuan. Sehingga kalau datanglah misalnya perintah, perempuan memimpin laki-laki, tidak bisa perintah itu berjalan, sebab tidak sesuai dengan kenyataan hidup manusia. Laki-laki memimpin perempuan bukan saja pada manusia bahkan pada binatang pun. Para rombongan itik, itik jantan juga yang memimpin berpuluh-puluh itik yang mengiringkannya. Kera dan beruk di hutanpun mengangkat pemimpin beruk tua jantan. Diterangkan sebab yang pertama di dalam ayat, ialah lantaran Allah telah melebihkan sebahagian mereka, yaitu mereka laki-laki atas yang sebahagian, yaitu perempuan. Lebih dalam tenaga, lebih dalam kecerdasan. Sebab itu lebih pula dalam tanggung jawab.
Kemudian disajikan rincian tentang keadaan kaum wanita di dalam kehidupan rumah tangga, bahwa istri berada di bawah pimpinan suami. Disebutkan, bahwa kondisi itu terbagi dua. Kemudian diisyaratkan, bagaimana memperlakukan istri di dalam masing masing kondisi, Adapun cara yang lurus di dalam memperlakukan isteri,


       
Pertama : wanita-wanita shalihah yang taat kepada suami mereka dan menjaga hubungan-hubungan yang biasa, berlaku antar mereka diwaktu berdua-duaan, seperti rafas (hubungan badaniyah) dan urusan-urusan khusus yang berkenaan dengan suami istri. Mereka tidak mengizinkan seorang lelakipun untuk melihat-lihat kepadanya, meski ia kerabatnya, dan lebih-lebih hendaknya memelihara kehormatan dari jamahan tangan, pandangan mata, atau pendengaran telinga yang khianat.
Demikian pula kaum wanita, wajib memelihara harta kaum lelaki dan hal-hal yang berhubungan dengan itu dari kehilangan. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Baihaqi dari Abu Hurairah, bahwa ia berkata :

خَيْرُ النِّسَاءِ الَّتِى إِذاَ نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ وَإِذاَ أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ ، وَإِذاَ غِبْتَ عَنْهَا حَفَظْتُكَ فِى مَالِكَ وَنَفْسِهَا . ، قرأ الأية :

”Sebaik-baik istri yang apabila engkau memandangnya, maka ia menyenangkanmu; apabila engkau menuruhnya, maka ia mentaatimu, dan apabila engkau tidak ada di sisinya, maka ia akan memeliharamu terhadap hartamu dan dirinya- lalu dibacakanlah ayat ini.”

        
Wanita-wanita yang kalian khawatirkan akan bersikap sombong dan tidak menjalankan hak-hak suami istri menurut cara yang kalian ridai, maka hendaknya kalian memperlakukan mereka dengan cara-cara sebagai berikut :
(1) Hendaknya kalian memberikan nasihat yang menurut pandangan kalian dapat menyentuh hati mereka. Sebab di antara kaum wanita ada yang cukup dengan diingatkan akan hukuman dan kemurkaan Allah.
(2) Memisahkan diri dari tempat tidur dengan sikap berpaling. Adat telah berlaku, bahwa berkumpul di pembaringan dapat menggerakkan perasaan-perasaan suami istri, sehingga jiwa masing-masing terasa tenang dan hilanglah berbagai goncangan jiwa yang terjadi sebelum itu.
Untuk introspeksi diri, perlakuan suami seperti ini akan menarik istri untuk bertanya tentang sebab-sebab suami meninggalkannya dari tempat tidur. Tetapi jika cara ini tidak berhasil pula, maka suami boleh menggunakan cara berikutnya.
(3) Suami boleh memukul, asalkan pukulan itu tidak menyakiti atau melukainya, sebagai suami tidak pantas menjadikan istrinya yang merupakan belahan jiwanya itu sebagai hamba yang dipukulnya dengan tangan atau cambuk, hal ini berkenaan hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Zami’ah :
أَيَضْرِبُ أَحَدُكُمْ إِمْرَأَتَهُ كَمَا يَضْرِبُ العَبْدُ ثُمَّ يُضَاجِعُهَا فِى آخِرِ اليَوْمِ .
“Apakah salah seorang di antara kalian memukul isterinya seperti seorang hamba dipukul, kemudian ia menidurinya di waktu malam.”


Maksud hadits di atas, bahwa suami membutuhkan hubungan yang khusus dengan isterinya, dan itu merupakan tuntutan fitrah, yaitu hubungan sosial yang paling kuat antara dua jenis manusia. Jadi tidak pantaslah suami menjadikan isterinya yang merupakan belahan jiwanya itu sebagai hamba yang dipukulnya dengan tangan atau cambuk. Suami yang mulia tentu tidak akan mau melakukan hal seperti ini.
Kedua, Allah menganjurkan supaya menanamkan hubungan yang baik antara suami-isteri. Difirmankan-Nya :
(فَإِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلاً)
Apabila mereka mentaati kalian dengan salah satu di antara cara-cara mendidik ini, maka janganlah kalian berlaku aniaya, jangan pula melampaui batas. Mulailah dengan memberikan nasihat, jika tidak cukup, maka tinggalkanlah dari tempat tidur; dan jika tidak cukup, maka pukullah. Setelah dengan ketiga cara ini tidak berhasil, maka adakanlah tahkim. Jika hal-hal lahir telah cukup untuk menjadi bukti, maka janganlah mengungkit-ungkit rahasia.
Suami yang Menghinakan Isterinya akan Melahirkan Budak bagi Orang Lain, sehingga Allah mengancam orang yang berlaku zhalim dan aniaya terhadap kaum wanita. Sebagaimana firman-Nya di ujung ayat :
(إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِياًّ كَبِيْرًا)
Allah mengingatkan para hamba-Nya akan kekuasaan-Nya atas mereka, agar mereka takut kepada-Nya di dalam memperlakukan kaum wanita. Seakan-akan Dia berfirman kepada mereka, sesungguhnya kekuasaan-Nya atas kalian melebihi kekuasaan kalian atas isteri; maka jika kalian berbuat aniaya terhadap mereka, Dia akan menyiksa kalian; dan jika kalian memaafkan kesalahan-kesalahan mereka, niscaya Dia akan menghapuskan segala kesalahan kalian.

b. Al-Qur’an Surat An-Nahl (16) : 97
         •    •      

Artinya : Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S : An-Nahl : 97)

1. Tafsir Mufradat
ذَكَرٍ = Laki-laki
أُنْثَى = Perempuan
Kata ذَكَرٍ (dzakar) dan أُنْثَى (untsaa) menunjukan kepada mnusia dilihat dari konteks jenis kelamin yang bersifat universal baik dia laki-laki maupun dia perempuan semuanya sama di hadapan Allah dalam beramal. Sedangkan kata  ( Ar-rijaal) dan  (An-nisa’) menunjukkan sifat dan kedudukan terhadap laki-laki dan perempuan dalam. Kedua kata ini banyak diterapkan dalam persoalan rumah tangga atau persoalan keluarga .



2. Munasabahnya
Setelah ayat yang lalu menyampaikan ancaman bagi yang durhaka dan janji bagi orang yang taat kepada-Nya maka ayat ini menampilkan perinsip yang menjadi dasar pelaksanan janji dan ancaman itu. Perinsip tersebut berdasar pada keadilan tanpa membedakan seseorang dengan yang lain baik itu laki-laki maupun perempuan kecuali atas dasar pengabdiannya .
3. Penjelasan
Ayat ini merupakan janji dari Allah Ta’ala bagi orang yang mengerjakan amal shaleh, yaitu amal yang sejalan dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, baik dia laki-laki maupun perempuan, baik manusia maupun jin, sedang kalbunya merasa tenteram dengan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. Janji itu ialah bahwa Allah akan memberinya kehidupan yang baik di dunia dan akan membalasnya di akhirat dengan balasan yang lebih baik daripada amalnya. Kehidupan yang baik mencakup seluruh jenis nikmat yang menggembirakan hati, baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abdullah bin Umar bahwasanya Rasulullah saw. Bersabda :
(قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا ، وَقَنَعَهُ اللهُ بِمَا آتاَهُ) رواه أحمد
“Sungguh beruntunglah orang yang berserah diri, yang diberi rezeki dengan rasa cukup, dan yang merasa puas dengan apa yang telah diberikan Allah baginya” (HR. Ahmad)
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Muslim dari hadits Abdullah bin Yazid al-Muqri.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda :
إِنَّ اللهَ لاَ يَظْلِمُ المُؤْمِنَ حَسَنَةً يُعْطَى بِهَا فِي الدُّنْيَا وَيُثَابُ عَلَيْهَا فِي الآخِرَةِ . وَأَمَّا الكاَفِرُ فَيُطْعَمُ بِحَسَنَاتِهِ فِي الدُّنْيَا حَتىَّ إِذَا أَفْضَى إِلىَ الآخِرَةِ لَمْ تَكُنْ حَسَنَةٌ يُعْطَى بِهَا خَيْرًا . (رواه مسلم)
“Allah tidak menzalimi suatu kebaikan bagi seorang mukmin. Kebaikan itu diberikan kepadanya di dunia dan diberikan pula pahalanya di akhirat. Adapun orang kafir, maka dia diberi makan di dunia karena aneka kebaikannya, sehingga apabila dia tiba di akhirat, maka tiada satu kebaikan pun uang membuahkan pahala.” (HR. Muslim)

C. PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL
1. Kriteria istri yang ideal
Kriteria-kriteria itu adalah :
- Shalihah yang pengertiannya adalah kelakuannya tidak buruk dan tidak merusak (secara agama, moral dan hukum).
- Qanitah yang pengertiannya adalah taat (kepada norma-norma agama, moral dan hukum) yang disertai dengan ketundukan.
- Hafidhah li al-ghaib yang pengertiannya adalah bisa menjaga diri, amanah dan rahasia keluarga.
Berdasarkan kriteria ini, tidak masalah apakah istri bekerja di luar rumah (peran publik) atau tidak (peran domestik). Yang penting seorang istri itu, baik dia itu wanita karir atau bukan, harus bisa memenuhi tiga kriteria itu.
2. Tanggung Jawab Suami Terhadap Istri
3. Sebagai suami tidak boleh menghina istri.
4. Beramal shaleh dengan jalan sejajar al-quran dan sunnah, mendapat ketentraman di dunia dan pahala di akhirat, baik itu laki-laki maupun perempuan.
5. dalam melaksanakan amal shaleh laki-laki dan perempuan sama saja di hadapan Allah swt.


D. REFERENSI
Menteri Agama Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya.
Dahlan, H.A.A, Asbabun Nuzul; Latar Belakang Historis turunnya Ayat-ayat Al-Qur’an, Diponegoro; Bandung 2000
Hamka, Prof. Dr. Tafsir Al-Azhar Juz V, Pustaka Panjimas; Jakarta 1983
Mahfud, Moh. Spiritualitas Al-Qur’an dalam membangun Kearifan Umat, UII Press; Yogyakarta, 1997.
Ar-Rifa’i, Muhammad Naqib. Ringkasan Tafsir Ibn Katsir Jilid 2, Gema Insani Press; Jakarta 1999
Al-Maragi, Ahmad Musthafa. Tafsir Al-Maraghi Juz V; Toha Putra; Semarang 1993.
Shihab, M. Quraish. Tafsi Al-misbah Vol. 7 dan 13, Lentera Hati, Jakarta:2002

Sabtu, 16 Mei 2009

KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIS

KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIS

A. Pendahuluan

Hadis merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-quran dan sebagai penjelas atau bayan terhadap ayat-ayat Al-quran yang sifatnya global. Hadis ini sangat penting karena kita tidak bisa memahami Al-quran tanpa ada penjelasan hadis yang sangat terinci contohnya salat, zakat, dll. Jadi, seseorang tidak layak bila mana dia ingkarus sunnah (tidak mengukiti ajaran Rasul).

B. Kedudukan Hadis

Untuk mengetahui kedudukan Rasulullah dan Sunnahnya dalam Islam, kita perlu melihat beberapa ayat Al-Qur’an lebih dahulu. Dalam Al-Qur’an dapat kita jumpai bahwa Rasulullah saw. mempunyai tugas dan peran sebagai berikut :

1. Rasulullah saw. Merupakan Teladan Baik yang Wajib Dicontoh oleh Setiap Muslim
             
   
artinya :
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan ia banyak menyebut Allah.” (al-Ahzab, 21)

2. Rasulullah saw. Wajib Ditaati
Allah berfirman :
           
artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya.” (al-Anfal, 20).
•     
artinya :
“Barang siapa taat kepada Rasulullah maka berarti ia taat kepada Allah.” (al-Nisa, 80).

3. Rasulullah saw Mempunyai Wewenang Untuk Membuat Suatu Aturan
Ayat yang menjelaskan tentang wewenang dan kekuasaan Nabi untuk membuat suatu aturan hukum dapat kita lihat QS. Al-a’raf ayat 157-158. Hal ini merupakan anugerah Allah kepadanya.
Allah berfirman :
     
artinya :
“dan (Nabi) menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (al-A’raf, 157)

Dalam ayat ini Allah melimpahkan wewenang untuk menghalalkan atau mengharamkan sesuatu kepada Nabi. Karenanya tidak ada perbedaan antara hal-hal yang dihalalkan atau diharamkan oleh Allah dengan hal-hal yang dihalalkan atau diharamkan oleh Nabi. Keduanya wajib ditaati.

C. Fungsi Hadis

a. Sumber Ajaran Islam Yang Kedua
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa sejak zaman Nabi, umat Islam meyakini bahwa hadis itu merupakan salah satu sumber ajaran Islam setelah Al-Qur’an. Dasar utama dari keyakinan itu adalah berbagai petunjuk Al-Qur’an, diantaranya ialah :

1. Al-Qur’an Surat al-Hasyr : 7
       



artinya :“dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka hendaklah kamu menerimanya; dan apa yang dilarang bagimu, maka hendaklah kamu meninggalkannya (apa yang dilarang itu).”

2. Al-Qur’an S. Ali ‘Imran : 32
       •     
artinya :
katakanlah : “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; apabila kamu berpaling, maka (ketahuilah bahwa) sesungguhnya Allah tidak menyukai menyukai orang-orang kafir.”

Menurut ulama, ayat yang dikutip pertama (al-Hasyr : 7) mengandung petunjuk yang bersifat umum, yakni bahwa semua perintah dan larangan yang berasal dari Nabi wajib dipatuhi oleh orang-orang yang beriman. Ayat yang dikutip kedua (Ali-Imran : 32) mengandung petunjuk bahwa bentuk ketaatan kepada Allah adalah dengan mematuhi petunjuk Al-Qur’an, sedang bentuk ketaatan kepada Rasulullah adalah dengan mengikuti sunna beliau .

3. Al-Qur’an S. An-Najm : 3-4
          
artinya :
“Dan (Muhammad) tidaklah berbicara berdasarkan kemauan hawa nafunya. Ucapannya itu tiada lain adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”

Ayat ini menunjukkan bahwa sumber syariat Islam baik Al-Qur’an maupun hadis merupakan satu kesatuan, yaitu wahyu dari Allah . Al-Qur’an sebagai pokok hukum merupakan dasar pertama dan Hadits sebagai dasar kedua, dengan kata lain ada rutbah atau urutan derajat, Al-Qur’an lebih tinggi rutbah derajatnya dan hadits .
b. Sebagai Penjelas Terhadap Al-Qur’an

Islam menjelaskan hadits adalah sumber yang kedua bagi hukum-hukum, menerangkan segala yang dikehendaki Al-Qur’an, sebagai penyarah, penafsir, pengqayid, pentakhsis dan yang pertanggungjawabkan kepada yang bukan zhahir-nya. Para ulama, baik ahl al- Ra’y maupun ahl al-Atsar sepakat menetapkan bahwa hadis bekedudukan dan berfungsi untuk menyarahkan dan menjelaskan ayat-ayat Al-quran yang bersifat global , hal ini merupakan tugas Rasulullah saw, beliau menjelaskan baik dengan lisan maupun perbuatan tugas ini berdasarkan perintah dari Allah swt. Tentu saja penjelasan terhadap isi Al-Qur’an itu bukanlah sekedar membaca Al-Qur’an. Didalam QS. An-Nahl : 44 yang berbunyi :
    ••      
artinya :
“dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka memikirkan.” (al-Nahl, 44).

Setelah melihat konteks ayat ini, kita telah mengetahui bahwa banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang memerlukan penjelasan praktis. dan itu sudah dilakukan oleh Rasulullah saw. Karenanya Rasulullah tidak dapat dilepaskan begitu saja dari tugas ini. Menolak penjelasan Rasulullah terhadap Al-Qur’an juga tidak mungkin, karena Al-Qur’an sendiri telah menegaskan demikian. Oleh karena itu, menolak penjelasan Rasulullah terhadap Al-Qur’an sama saja dengan artinya dengan menolak Al-Qur’an.

Contoh-contoh mengenai perincian Sunnah terhadap keglobalan Al-Qur’an hamper meliputi seluruh cakrawala tasyri’ Islam, dalam hal ibadah, muamalah, halal, dan haram. Dalam setiap persoalan tersebut, Nabi saw. telah sampai – menurut batas tertentu – kepada penjelasan yang rinci. Kadang-kadang dilakukan dengan cara kias (analogi). Kadang-kadang dengan membandingkan antara dua hal yang saling berlawanan.
Ketika Allah Ta’ala berfirman: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (al-Baqarah, 275), Rasulullah memahami bahwa tambahan tanpa imbalan atau ganti merupakan rahasia dari diharamkannya riba. Lalu beliau mengiaskan dengan riba sebagai setiap bisnis yang mengandung tambahan tanpa imbalan . Beliau menetapkan: “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jelai dengan jelai, korma dengan korma, garam dengan garam, saling berpadanan, saling sama dan saling menerima. Barang siapa menambah atau meminta tambah, berarti ia telah melakukan praktik riba.” Selanjutnya Rasulullah saw. tidak menggolongkannya sebagai riba, bila yang dipertukarkan itu berlainan jenis. Sabda beliau: “Apabila macam-macam ini berbeda, maka juallah sesuka kalian asal saling diterimakan (tunai).”
Contoh-contoh tersebut menempatkan sunnah di antara dua posisi – adakalanya berdiri sendiri dalam tasyri’ tentang hal yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an, dan adakalanya sebagai penjelas bagi keglobalan Al-Qur’an.

c. Macam-Macam Penjelas (bayan)
Fungsi hadits sebagai bayan atau penjelas pada Al-Qur’an secara terperinci yang diungkapkan para ulama ialah :
1. Menurut ulama Ahl al-Ra’y (Abu Hanifah).
a. Bayan Taqrir ; keterangan yang didatangkan hadits untuk memperkuat apa yang diterangkan Al-Qur’an.
b. Bayan Tafsir ; menerangkan apa yang susah dipahamai (tersembunyi pengertiannya) seperti ayat menjual yang musytarak fiih.
c. Bayan Tadbil ; mengganti sesuatu hukum atau menasakhkannya, tapi ini dibolehkan apabila hadits itu mutawatir.
2. Menurut Malik
a. Bayan Tafsir ; menetapkan dan mengkokohkan hukum-hukum Al-qur’an
b. Bayan Tawdhih (Tafsir) ; menerangkan maksud-maksud ayat.
c. Bayan Tafshil; menjelaskan kemajmukan Al-qur’an
d. Bayan Bashthi; memanjangkan keterangan yang diringkas oleh Al-qur’an
e. Bayan Tasyri ; mewujudkan sesuatu hukum yang tidak tersebut dalam Al-qur’an.

3. Menurut Syafi’i
a. Bayan Tafshil ; menjelaskan ayat-ayat yang menjamah, yang sangat ringkas petunjuknya.
b. Bayan Takhshish ; menentukan sesuatu dari umum ayat.
c. Bayan Ta’yin ; menentukan mana yang dimaksud dari dua, tiga perkara yang mungkin dimaksudkan.
d. Bunga Tasyri ; menetapkan secara tekstual.
e. Bayan Nasakh ; menentukan mana yang dinasakh dan mana yang mansukh. Pada ayat yang kelihatan berlawanan.

4. Menurut Ahmad ibnu Hambal.
a. Bayan Ta’kid; sama dengan Bayan Taqrir
b. Bayan Tafsir ;
c. Bayan Tasyri;
d. Bayan Takhshish dan Taqyid

C. Kesimpulan

Setelah kita membaca makalah ini, kita bisa mengambil beberapa kesimpulan, yaitu;
1. Hadits merupakan sumber ajaran Islam yang kedua.
2. Merupakan penjelas terhadap ayat Al-qur’an yang bersifat ijma (global).
3. Al-qur’an dan Hadits adalah sama-sama wahyu dari Allah.

D. Reference
Departemen Agama, Al-Qur’anul Karim dan Terjemahannya.
Al-Qurthubi, Muhammad bin Ahmad, Al-jami’ Li Ahkam Al-Qur’an, Kairo; Dar al-Katib al-Arabi, 1967.
Ismail, H.M.Syuhudi, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar, dan Pemalsunya, Jakarta; Gema Insani Press, 1995.
Soetari, Endang, Ilmu Hadits, Bandung; Amal Bakti Press, 1997.
Ash-Shiddiqy, TM.Hasbi, Pengantar dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta; Bulan Bintang, 1972.
Ash-Shalih, Subhi, Membahas Ilmu Hadits, Jakarta; Pustaka Firdaus, 1997.
Yaqub, Ali Mustafa, Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Jakarta; Pustaka Firdaus, 1994.

Selasa, 31 Maret 2009

IJMA' SEBAGAI SUMBER HUKUM YANG KE-3

A. Pendahuluan

Di tengah-tengah kita sering kita dengar istilah ijma’ yang tidak lazim di telingah kita yang merupakan suatu ketentuan hukum atau dasar hukum bagi umat Islam. Di dalam pembahasan ini, kami mencoba untuk membahas tentang Ijma yang kita kenal sebagai sumber hukum yang ke tiga itu, hal ini menyangkut pengertian, dasar hukum sebagai ijma’, dan macam-macamnya.

B. Pengertian ijma’

Ijma’ menurut bahasa yaitu berasal dari kata jama’a ( ) menjadi ijma’

( ) yang artinya kebulatan suara atau kesepakatan[1]. Sedangkan secara etimologi, ijma’ (إجماع) mengandung dua arti :[2]

1. Ijma’ dengan arti atau ketetapan hati untuk melakukan sesuatu atau keputusan berbuat sesuatu, Ijma’ dalam artian pengambilan keputusan itu dapat dilihat dalam firman Allah pada surat Yunus (10) : 71 :

… karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku)…

Juga dapat dilihat dalam hadits Nabi yang bunyinya :

Tidak ada puasa bagi orang yang tidak meniatkan puasa semenjak malam

.

2. Ijma’ dengan arti “sepakat”. Ijma’ dalam arti ini dapat dilihat dalam al-Qur’an surat Yusuf (12) : 15 :

Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dalam sumur.

Sedangkan ijmak dilihat dari segi istilah ushul ialah sepakat para mujtahid Muslim memutuskan suatu masalah sesudah wafat Rasulullah terhadap hukum syar’i pada suatu peristiwa[3]. Apabila terjadi suatu peristiwa, maka peristiwa itu dikemukakan kepada semua Mujtahid di waktu terjadinya. Para Mujtahid itu sepakat memutuskan/menentukan hukumnya. Kesepakatan mereka itu dinamakan ijmak. Ijmak mereka itu adalah suatu I’tibar terhadap suatu hukum. Menurut mereka hukum ini adalah adil terhadap suatu masalah. Definisi ini adanya yaitu setelah wafatnya Nabi SAW. Karena selagi Rasul masih hidup, maka dia sendiri yang menjadi sumber tasyri’. Tidak ada penggambaran perbedaan pendapat dalam syar’i, dan tidak ada kesepakatan.

Sesuai dengan kesepakatan para ulama ahli Ushul Fiqh, salah satu syarat dalam ijma’, adalah jika ada salah satu saja dari para mujtahid tersebut yang tidak sependapat dengan kesepakatan itu, maka kesepakatan itu tidak dapat dikatakan ijma’[4].

Hal ini terbukti dengan keputusan Umar dalam menentukan peperangan dan lainnya, ia tidak pernah memanggil selutuh para mujtahid saat itu untuk dimintai pendapatnya. Dan memang pada masa kekhalifahannya, untuk sampai kepad hal seperti itu (mengumpulkan seluruh mujtahid) sangatlah sulit.

Bukti ini juga ditambah dengan adanya kenyataan bahwa tidak pernahnya semua mujtahid dan ahli ra’yu yang berada di Madinah semuanya menyepakati.

C. Dalil Ijma sebagai sumber hukum

Jumhur ulama berpendapat bahwa kedudukan ijma’ menempati salah satu sumber atau dalil hukum yang mengikat dan wajib dipatuhi umat Islam bila tidak ada ketetapan hukumnya dalam al-Qur’an maupun Sunnah. Untuk menguatkan pendapatnya ini jumhur mengemukakan beberapa ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi[5]. Di antara dalil ayat al-Qur’an adalah :

1. Surat An-Nisa (4) : 115 :

Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.

Dalam ayat ini, “jalan-jalan orang Mukmin” diartikan sebagai apa-apa yang telah disepakati untuk dilakukan orang Mukmin. Inilah yang disebut ijma’ kaum Mukminin. Orang yang tidak mengikuti jalan orang Mukmin mendapat ancaman neraka jahannam. Hal ini berarti larangan mengikuti jalan selain apa yang diikuti kaum Mukminin, dan ini berarti disuruh mengikuti ijma’.

2. Surat Al-Baqarah (2) : 143 :

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…

Ayat ini mensifati umat Islam dengan “wasath”, yang berarti “adil”. Ayat ini memandang umat Islam itu sebagai adil dan dijadikan hujjah yang mengikat terhadap manusia untuk menerima pendapat mereka sebagaimana ucapan Rasul menjadi hujjah terhadap kita untuk menerima semua ucapan yang ditujukan kepada kita. Ijma’ berkedudukan sebagai hujjah tidak lain artinya kecuali bahwa pendapat mereka itu menjadi hujjah terhadap yang lain.

3. Surat Ali Imran (3) : 110

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar…

Alif lam bila ditempatkan pada jenis menunjukkan berlaku secara umum. Kebenaran berita ini menghendaki menyuruh mereka melakukan setiap yang ma’rud dan melarang mereka dari setiap perbuatan yang munkar. Hal ini berarti umat dapat menetapkan suruhan dan larangan.

4. Surat Ali Imran (3) : 103

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (Agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai…

Dalam ayat ini Allah SWT melarang umat berpecah belah. Usaha menantang ijma’ berarti berpecah belah. Hal itu adalah terlarang. Tidak ada arti kedudukan ijma’ sebagai hujjah kecuali laranganuntuk menyalahinya.

5. Surat al-Nisa’ (4) : 59

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu…

Perintah mentaati ulil amri sesudah mematuhi Allah dan Rasul berarti perintah untuk mematuhi ijma’, karena ulil amri itu berarti orang-orang yang mengurus kehidupan umat, baik dalam urusan dunia maupun urusan agama, dalam hal ini adalah ulama. Kepatuhan akan ulama adalah bila mereka sepakat tentang suatu hukum. Inilah yang disebut ijma’.

Adapun dari dalil Sunnah, ada hadits Nabi yang terdapat dalam beberapa periwayatan yang berbeda rumusannya, namun sama maksudnya yaitu bahwa umat Nabi Muhammad SAW tidak akan sepakat dalam kesalahan. Di antara rumusan hadits tersebut adalah :

Umatku tidak akan sepakat untuk melakukan kesalahan. Umatku tidak akan sepakat untuk melakukan kesesatan. Allah tidak akan membuat umatku sepakat untuk melakukan kesesatan. Allah tidak akan membuat umatku sepakat untuk melakukan kesalahan.

Dalam hadits ini dijelaskan bahwa umat dalam kedudukannya sebagai umat yang sama sepakat tentang sesuatu, tidak mungkin salah. Ini berarti ijma’ itu terpelihara dari kesalahan, sehingga putusannya merupakan hukum yang mengikat umat Islam.

D. Macam-macam Ijma’

Ditinjau dari sudut cara menghasilkan hukum itu, maka ijmak ini ada dua macam [6]:

Pertama, ijmak sharih (bersih atau murni). Yaitu kesepakatan mujtahid terhadap hukum mengenai suatu peristiwa. Masing-masing bebas mengeluarkan pendapat. Jelas terlihat dalam fatwa dalam memutuskan suatu perkara baik melalui pendapat maupun perbuatan. Tiap-tiap mujtahid itu merupakan sumber hokum. Jelas terlihat pendapat mereka[7].

Kedua, ijmak sukuti, sebagian mujtahid itu terang-terangan menyatakan pendapatnya itu dengan fatwa, atau memutuskan suatu perkara. Dan sebagian lagi hanya berdiam diri. Hal ini berarti dia menyetujui, atau berbeda pendapat terhadap yang dikemukakan itu dalam mengupas suatu masalah.

Yang pertama itu, yaitu ijmak sharih, adalah ijmak hakiki. Inilah hujah syari’ah dalam mazhab jumhur. Yang kedua, yaitu ijmak sukuti, yaitu ijmak i’tibari. Karena orang yang berdiam diri itu belum pasti menyetujui. Belum pasti dia membenarkan dan meyakini tentang kesepakatan tentang siding ijmak itu. Untuk dijadikan hujah maka dalam hal ini berbeda-beda pendapat Ulama. Jumhur berpendapat bahwa ini tidak boleh dijadikan hujah, karena tidak keluar dari pendapat beberapa orang mujtahid.

Sedangkan Ulama Hanafi berpendapat, boleh dijadikan hujah, bila mujtahid itu tetap berdiam diri, tidak berbicara dan tidak mengeluarkan pendapat. Berdiam diri di sini tidak dapat disamakan dengan berdiam diri karena takut, atau berolok-olok. Karena berdiam diri, tidak bersuara pada tempat berfatwa itu menyatakan sesuatu, atau membuat peraturan atau undang-undang. Di samping itu dia menafikan (meniadakan) terhadap apa yang menjadi halangan baginya mengemukakan pendapat sekalipun berbeda. Kalau memang ternyata berbeda maka di sini sikap berdiam diri itu akan dipertajam.

Yang menguatkan pendapat ini ialah jumhur. Sikap berdiam diri nagi mujtahid itu meliputi hal-hal dengan mendiamkan beberapa hal, di antaranya yang mengenai jiwa dan yang bukan. Tidak mungkin untuk mengisahka segala hal, karena itu dia berdiam diri saja terhadap yang disukai dan yang disetujuinya. Sikap berdiam diri, tidak mengeluarkan pendapat itu tidak boleh dinisbatkan kepadanya kata-kata menyetujui atau berbedah. Sering terdengar terjadinya ijma’ sukuthi ini.

Adapun ditinjau dari pihak ini maka ijma’ itu dibagi dua:

Pertama Qathi’ yaitu ijma’ sharih yang pengertiannya bahwa itu itu diqathi’kan olehnya. Tidak ada jalan bagi hukum terhadap suatu peristiwa, dengan adanya khilaf (perbedaan pendapat). Bukan lagi lapangan ijtihad mengenai suatu peristiwa setelah diadakan sidang ijma’ sharih terhadap hukum syar’i[8].

Kedua Dzanni, yang menunjukkan atas hukumnya, yaitu dengan pengertiannya bahwa hukumnya itu masi diragukan karena hanya sebagian mujtahid yang berpendapat pada masa itu[9].

E. Kesimpulan

Ijma’ merupakanlah satu sumber hukum dimana para mujtahid sepakat menentukan suatu hukum atas suatu masalah yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Ijma’ ini merupakan sumber hokum yang ke tiga setelah Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menjadi pegangan bagi umat Islam dalam penentuan hukum.

F. Reference

Al-Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-munawwir arab-indonesia Surabaya: Pustaka Progressife. 1997

Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh Jilid I Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Halimuddin, S.H. Ilmu Usul Fiqh Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2005

Irham, Masturi Lc. Metodologi Ijtihad Umar bin Al-Khatthab Jakarta: Khalifa Pustaka Al-kautsar. 2005

Amin, Samsul Munir. Kamus Ilmu Ushul Fiqh Jakarta: Amzah 2005

Muhammad Jawar Muhniyyih. Ilmu Ushul Fiqh Fii Tsaobih Al-hadid Baerut: Darul Ulum Lilmalabits.

Departemen Agama. Al-Qur’anul Karim dan Terjemahannya


[1] Ahmad Warson Al-munawwir, Kamus al-munawwir arab-indonesia Surabaya: 1997 Pustaka Progressife hal. 210

[2] Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid I Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997. hal. 112

[3] Halimuddin, S.H. Ilmu Usul Fiqh Jakarta:2005 PT. Rineka Cipta hal. 49

[4] Masturi Irham, Lc. Metodologi Ijtihad Umar bin Al-Khatthab Jakarta: 2005 Khalifa Pustaka Al-kautsar hal. 466

[5] Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid I Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997. hal. 118-120

[6] Halimuddin, S.H. Ilmu Usul Fiqh Jakarta:2005 PT. Rineka Cipta hal. 56

[7] Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fiqh Jakarta:2005 Amzah hal. 107

[8] Muhammad Jawar Muhniyyih. Ilmu Ushul Fiqh Fii Tsaobih Al-hadid Baerut: Darul Ulum Lilmalabits hal. 227

[9] Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fiqh Jakarta:2005 Amzah hal. 108