Rabu, 20 Mei 2009

KLONING DALAM PANDANGAN ISLAM

KLONING DALAM PANDANGAN ISLAM

A. Pengertian Kloning

Secara etimologis kloning berasal dari kata "clone" yang diturunkan dari bahasa Yunani "klon", artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. Sedangkan secara terminologis kloning adalah proses pembuatan sejumlah besar sel atau molekul yang seluruhnya identik dengan sel atau molekul asalnya. Kloning dalam bidang genetika merupakan replikasi segmen DNA tanpa melalui proses seksual.
Metode kloning berbeda dengan pembuahan biasa, karena sal telur tidak lagi memerlukan sel sperma untuk pembuahannya. Secara sederhana dapat disebutkan bahwa bayi "klon" dibuat dengan meinpersiapkan sel telur yang sudah diambil intinya kemudian digabungkan dengan sel donor yang merupakan sel dewasa dari suatu organ tubuh. Hasil gabungan tersebut kemudian ditanamkan ke dalam rahim dan dibiarkan berkembang dalam rahim sampai lahir.

B. Pandangan Islam Terhadap Kloning Manusia
Berkaitan dengan penciptaan manusia, AI-Qur'an menyatakan bahwa manusia diciptakan sabagai makhluk paling sempurna di antara seluruh makhluk yang ada di alam samesta. Hal ini ditegaskan dalam surat At-Tin [95]:4 yang berbunyi :
     
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . (QS. At- Thin [95] : 4)

Masih terkait dengan kesempurnaan manusia, para sosiolog menyatakan bahwa keistimewaan manusia terlihat dari kemampuannya untuk mengadakan hubungan interdependensi baik langsung maupun tidak langsung dengan orang atau pihak lain. Hal inilah yang menyebabkan manusia disebut makhluk. sosial. Sementara itu para ahli etika menilai bahwa manusia memiliki kelebihan dari makhluk lain bila dihubungkan dengan ciri khas manusia karena mampu mempertanggungjawabkan seluruh tindakannya kepada dirinya sendiri, kepada orang lain maupun kepada Tuhannya. Dengan kata lain, sikap dan tindakan manusia itu tidak berdiri di ruang kosong, melainkan harus mempertanggungjawabkan secara obyektif kepada pihak-pihak yang terkait.
Penjelasan Allah dalam AI-Qur'an tentang kesempurnaan penciptaan manusia tentu tidak dibantah lagi oleh orang-orang beriman. Dengan menggunakan logika secara sederhana dapat digeneralisasi bahwa sesuatu yang sempurna, kemudian disempurnakan tentu saja dapat menghilangkan sifat kesempurnaannya, bahkan bisa berakibat rusak sama sekali. Apalagi yang menyempurnakan adalah manusia yang terlahir dari hasil ciptaan sang Maha Pencipta. Telah dilakukan setidaknya dapat ditinjau dari aspek teologis, etis, maupun yuridis. Untuk itu, akan diuraikan pandangan Islam terhadap kloning manusia berdasarkan ketiga aspek tersebut.

C. Pandangan Teologi Terhadap Kloning Manusia
Aspek teologis terhadap kloning manusia langsung berdasarkan pemahaman dari penjelasan Al-Qur'an dan Hadits mengenai penciptaan manusia. Al-Qur'an membagi empat kategori :
1. Penciptaan manusia tanpa ayah dan ibu, yaitu Adam As.
2. Penciptaan manusia dari seorang ayah tanpa ibu yaitu Hawa.
3. Penciptan manusia dari seorang ibu tanpa ayah yaitu Isa Al-¬Masih.
4. Penciptaan manusia biasa melalui pasangan suami isteri yaitu manusia pada umumnya.

Kategori pertama sampai ketiga merupakan hak mutlak Allah SWT. Sehingga tidak dapat dipersoalkan secara teologis. Yang dapat dijadikan sebagai wacana teologis adalah kategori keempat. Allah menjelaskan bahan dasar pembuatan manusia dalam beberapa ayat berikut ini diantaranya adalah:



وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَى .مِنْ نُطْفَةٍ إِذَا تُمْنَى
Artinya: “Dan bahwasannya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan. Dari air mani, apabila dipancarkan (QS. Al-Najm [53] : 45 – 46).

إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.” (QS. Al-Insan [76] : 2)

Berdasarkan keterangan ayat-ayat diatas dapat dirumuskan beberapa fase penciptaan manusia secara umum. Fase-fase tersebut adalah :
1. Fase tanpa bentuk
2. Fase Nutfah
3. Fase Alaqah
4. Fase Mudgah
5. Fase munculnya tulang belulang.
6. Fase berbentuk (khalqah Akhir)
Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa penciptaan manusia melalui kloning bertentangan dengan penciptaan manusia menurut Al-Qur’an. Oleh karen aitu secara teologis kloning manusia otomatis bertentangan dengan akidah yang diyakini umat Islam.
Menurut teologi Islam dengan kloning manusia, tabiat dan kodrat manusia tersebut tidak berfungsi lagi karena manusia kloning telah direkayasa sedemikian rupa untuk hanya berbuat baik atau berbuat buruk saja sesuai dengan keinginan sang creator. Perbuatan untuk mengubah makhluk ciptaan Allah merupakan suatu perbuatan yang ditentang Allah.

D. Pandangan Etika Terhadap Kloning Manusia.
Dari sudut pandang etika Islam, terdapat pemahaman bahwa seutuhnya adalah manusia yang memiliki tiga unsur, yaitu jasad, nyawa, dan roh.
Menurut Ayman Nawash, kloning manusia dapat menimbulkan hilangnya keragaman manusia. Dengan teknologi kloning, imajinasi bukanlah imajinasi fikir karena salah satu tujuan kloning adalah membuat duplikat manusia yang sama persis dengan manusia pendonor gen. jika keragaman manusia telah hilang, maka secara etis orang lain dianggap sebagai cerminan dirinya sendiri. Bahkan tindakan orang lain dianggap sebagai tindakannya sendiri. Para ilmuwan etika lain muncul dari sudut pandang tujuan penerapan kloning pada manusia. Para ilmuwan biotek mengklaim bahwa tujuan kloning adalah untuk mendapatkan manusia yang berkualitas baik secara fisik maupun psikis. Tujuan ini tentu saja sama dengan tujuan program pemuliaan tanaman dan ternak dalam dunia peternakan dan agrabisnis. Status manusia kloning tidak jauh berbeda dengan status hewan dan tumbuhan hasil rekayasa gentika.
Secara filosofis, tujuan kloning semcam itu tidak dibenarkan. Perbedaan signifikan antara manusia dengan hewan dan tumbuhan justru terletak pada kesadaran eksistensi manusia. Kesadaran eksistensial manusia terhadap diri dan dunianya secara alami dapat membentuk kepribadian manusia.

E. Pandangan Hukum Islam Terhadap Kloning Manusia
Kloning merupakan peroalan kontemporer yang hukumannya ditemukan dalam Al-Qur’an, Hadits, dan ijtihad para ulama Mutaqaddim. Pendapat Yusuf Al-Qardawi, Fathurrahman Djamil menyetakan bahwa ijtihad dapat dilakukan dengan dua cara yaitu ijtihad intiqa’I (ijtihad tarjihi) dan ijtihad insya’I (ijtihad ibtida’i)
Para ulama kontemporer lebih tepat menggunakan ijtihad insya’I. Untuk menggunakan ijtihad ini, diperlukan pemahaman menyeluruh tentang kloning. Diperlukan dari ahli biologi dan kedokteran. Salah satu langkah penting yang harus dilakukan dalam melaksanakan ijtihad adalah penelusuran terhadap tujuan ditetapkannya hukum Islam untuk memelihara kemaslahatan manusia, sekaligus untuk menghindari keburukan, baik di dunia maupun di akhirat. Ada lima unsur pokok yang harus dipelihara dan diwujudkan yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
Kedudukan kloning dalam pandangan Islam, dari sisi memelihara agama klooning manusia tidak membawa negatif terhadap keberadaan agama, dari sisi memelihara jiwa kloning tidak menghilangkan jiwa bahkan justru kloning melahirkan jiwa baru. Dari sisi akal kloning tidak mengancam eksistensi akal, bahkan keberhasilan kloning dapat membuat manusia mempunyai akal yang cerdas. Namun dari sisi keturunan kloning manusia dipertanyakan. Dalam pandangan Islam masalah ketirunan merupakan sesuatu yang sangat esensial, karena keturunan mempunyai hubungan erat dengan hukum lain, seperti pernikahan , warisan, muhrim dan sebagainya ditentukan berdasarkan garis keturunan. Dari sisi memelihara harta akan terkai dengan masalah maslahat dan mafsadat yang diperoleh dari usaha pengkloningan. Apabila kloning hanya menghambur-hamburkan harta tanpa adanya keseimbangan manfaat yang diperoleh maka kloning menjadi terlarang. Berdasarkan kesimpulan tersebut dapat disimpulkan bahwa mafsadat yang ditimbulkan praktik kloning manusia jauh lebih besar dibanding dengan maslahatnya. Oleh karena itu praktik kloning manusia bertentangan secara nyata dengan naluri hukum Islam yang mendahulukan kemaslahatan umat manusia.
Fatwa terakhir tentang mengkloning manusia dikeluarkan oleh Jawatan Kuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Malaysa melalui keputusan tanggal 11 maret 2002. majlis ini menetapkan bahwa:
1. Kloning manusia untuk tujuan apapun adalah haram, karena bertentangan dengan fitrah kejadian manusia sebagai mana yang telah ditentukan oleh Allah SWT.
2. Penggunaan sistem cell dengan tujuan medis dan penelitian diperbolehkan sejauh tidak bertentangan dengan hukum syara’.

1 komentar:

  1. kloning itu adalah proses menemukan unsur 'sperma' dari unsur yang ada pada betina atau perempuan lalu mempertemukan unsur sperma tsb. dengan 'telur' betina atau ovum perempuan.

    jadi tidak ada pelanggaran akan hak Tuhan, Allah SWT. bahkan unsur inipun hanya bisa 'dititipkan' dalam rahimnya si betina atau perempuan. karena itu, apapun hebatnya para ilmuwan merekayasa genetik, pasti mereka tidak bisa membuat 'rahim'.

    hanya melalui RAHIM-lah bisa ada kelahiran anak binatang atau manusia karena di sinilah 'nyawa binatang atau roh manusia ditiupkan oleh Tuhan, Allah SWT. di luar rahim, pasti tidak mungkin kecuali peristiwa penciptaan Adam As.

    dengan adanya KLONING semacam ini, maka terbukti GUGURLAH teori yang mengatakan ADA ANAK TUHAN, apa ada manusia yang berani mengatakan bahwa 'domba dolly' atau 'manusia dolly' atau 'manusia eve' adalah ANAK TUHAN?

    jadi teori ANAK TUHAN itu adalah PEMBOHONGAN dan PEMBODOHAN atas diri manusia sekaligus PEMBODOHAN PERADABAN MANUSIA sepanjang masa.

    BalasHapus